Rendy A. Diningrat
Menjamurnya permukiman kumuh merupakan salah satu permasalahan serius yang masih melanda ibu kota Jakarta. Tahun 2011 lalu, setidaknya tercatat 416 RW kumuh yang menjadi tempat tinggal lebih dari 3 juta penduduk ibu kota. Mereka yang hidup di kawasan kumuh menghadapi masalah-masalah pembangunan fisik seperti ketidaklayakan sanitasi, infrastruktur jalan, rumah, dan sarana sosial. Kondisi yang serba minim membuat mereka kesulitan untuk meningkatkan kualitas hidupnya kecuali menunggu bantuan pemerintah.
Dari tahun ke tahun, upaya perbaikan kampung kumuh memang telah dilakukan pemerintah provinsi DKI Jakarta. Salah satu program yang paling terkenal ialah Kampung Improvement Program (KIP) atau Proyek MHT yang telah dimulai sejak 1969. Proyek ini berfokus pada pembangunan fisik lingkungan seperti perbaikan infrastruktur jalan, rumah tidak layak huni, saluran drainase, sanitasi, sarana kesehatan, dan sarana-sarana sosial lainnya.
Hingga saat ini, KIP masih terus dilaksanakan dengan berbagai modifikasi kinerja. Setelah terpilih akhir tahun 2012 lalu, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengajak pelaku usaha untuk berpartisipasi dalam program tersebut. Kerjasama ini dilakukan oleh dunia usaha, baik badan usaha milik negara maupun swasta, melalui dana Corporate Social Responsibility (CSR). Inisiasi awal ini mendapat apresiasi yang begitu besar dari perusahaan, hingga awal tahun 2013, Jokowi berhasil menggandeng tujuh perusahaan milik negara atau pun swasta. Adapu tujuh perusahaan tersebut antara lain PT Jasindo, PT Don Media Indonesia, PT Bank DKI, PT Pembangunan Jaya Ancol, PT Jakarta Propetindo, PD Pembangunan Sarana Jaya, serta PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung.
Semua peduli Jakarta
Partisipasi di dalam program KIP menjadi sebuah langkah strategis untuk membuktikan bahwa semua pihak yang ada di Jakarta, juga peduli terhadap permasalahan yang berkelit di dalamnya. Terkumpulnya dana CSR terpadu dari berbagai perusahaan dapat mempercepat langkah perbaikan kampung kumuh ditengah anggaran pemerintah yang serba terbatas. Pemerintah Provinsi DKI pun akan memberikan insentif bagi perusahaan-perusahaan yang bersedia membantu terlaksananya program ini, seperti kemudahan mengurus izin, pengawasan, dan lain sebagainya.
Ajakan Gubernur untuk memperbaiki kampung-kampung kumuh di Jakarta, berangkat dari sebuah fakta mengenai kesenjangan ekonomi yang sudah begitu besar di ibu kota. Potret perusahaan nasional dan internasional yang mampu berdiri kokoh di Jakarta, seolah hanya bisa duduk terdiam melihat kondisi permukiman kumuh yang ada di sekitarnya. Melihat fenomena ini, Gubernur menginisiasi adanya kerjasama untuk mewujudkan tata kota Jakarta yang bebas permukiman kumuh.