Widya Anggraini, Jakarta Community Manager
Bagi kebanyakan orang Jakarta identik dengan kota macet, kota polusi, kota mall atau kota banjir. Sedikit atau bahkan hampir tidak ada yang menyebut Jakarta sebagai kota Hijau. Sebutan ini bukan tanpa alasan mengingat kondisi Jakarta saat ini yang kian macet, polusi udara yang parah, pembangunan yang banyak menyalahi penggunaan lahan dan tingkat urbanisasi yang tinggi dan munculnya kam. Kondisi ini membuat masyarakat merindukan kehadiran ruang terbuka hijau atau taman-taman di pusat kota yang berfungsi sebagai tempat rekreasi, olahraga, serta interaksi sosial. Hal-hal inilah yang menjadi harapan masyarakat di tahun 2014 yang ingin melihat lebih sedikit pembangunan mall dan lebih banyak taman kota. Secara kebijakan, pemerintah telah merespon dengan mengeluarkan undang-undang Penataan Ruang yang secara tegas mengamanatkan bahwa 30% dari wilyah kota berwujud Ruang Terbuka Hijau (RTH). Undang-undang ini kemudian diterjemahkan kedalam sebuah program bernama Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH).
P2KH merupakan kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah kota, masyarakat dan dunia usaha dalam menciptakan kota hijau. Program ini sendiri merupakan tindak lanjut dari 10 Prakarsa Bali dari Forum Sustainable Urban Development (SUD). Kota yang berkomitmen mewujudkan kota hijau dalam kerangka program ini diharuskan menyusun rencana aksi kota hijau (RAKH) yang mulai dijalankan tahun 2012. Sebagai pembagian peran maka dalam hal ini pemerintah pusat wajib memberikan bantuan dan bimbingan teknis, pelatihan dan dukungan program. Untuk pelaksanaan program seperti implementasi fisik, sosialisasi, penjaringan aspirasi masyarakat dan replikasi program menjadi tanggung jawab pemerintah kota bersama dengan masyarakat dan dunia usaha terutama untuk implementasi dan advokasi kegiatan.
Dalam rencana kerja yang telah disusun terdapat dua strategi yang kini pemerintah Jakarta terapkan, yaitu penerusan kondisi sesuai peran Jakarta saat ini dan transformasi fisik serta perubahan perilaku masyarakat yang lebih sadar lingkungan. Dalam hal transformasi fisik dan perlilaku masyarakat telah disiapkan 5 strategi mendasar yaitu:
- Meningkatkan kemampuan tenaga perencana ekonomi lingkungan. Untuk ini sudah dilakukan kerjasama dengan UNDP dan World Bank dalam hal penyediaan training dan workshop terkait isu-isu perubahan iklim.
- Menerapkan program pencegahan meliputi bagaimana menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang efek perubahan cuaca. Kegiatan seperti car free day sudah dimulai dan dilakukan tiap hari minggu. Kemudian menggalakkan kegitan Bike to Work untuk mengurangi polusi. Tahun-tahun mendatang Jakarta berharap ada sekitar 30% dari total pekerja akan menggunakan sepeda.
- Mendorong masyarakat untuk lebih aktif dalam program-program perubahan lingkungan (climate change). Dalam hak ini pemerintah akan mendorong para perencana di Dinas Tata kota Jakarta untuk bekerjasama dengan komunitas dalam menciptakan masyarakat yang lebih ramah lingkungan seperti mendorong komunitas membuat lebih banyak taman.
- Menambah jumlah ruang hijau publik. Untuk mengupayakan penambahan ruang terbuka hijau, sejak tahun 2011 telah dibuka lebih banyak ruang hijau dan kini telah mencapai 6% dari target 30%.
- Menambah jumlah kendaraan ramah lingkungan. Pemerintah juga akan terus mengupayakan penambahan fasilitas transportasi ramah lingkungan contohnya MRT yang sedang dalam proses pengerjaan dan transformasi model bis Trans Jakarta yang menggunakan bahan bakar ramah lingkungan dan terintegrasi dalam system transportasi perkotaan.
Dengan demikian di tahun 2014 akan mulai terlihat rintisan berbagai kegiatan yang akan membawa Jakarta menuju kota Hijau (Green City) baik melalui pembukaan lebih banyak ruang hijau, inovasi transportasi ramah lingkungan dan masyarakat yang kiat sadar untuk berperan serta dalam menciptakan lingkungan yang bersih dan hijau.
Foto: Yudho
Widya Anggraini, Jakarta Community Manager
For most people, Jakarta is associated with traffic, pollution, shopping centers, or floods. Rarely do people identify Jakarta as a green city. This is unsurprising considering the city’s increasing traffic jams and air pollution, the rapid land development in violation of city plans, and growing slums. These circumstances have led Jakartarians to long for the presence of green open space or public parks that could function as locations for recreational, exercise, and social activities. This is the hope of Jakarta’s residents for 2014: less shopping malls, more public parks. In terms of city ordinance, the government has responded to the people by passing the Spatial Planning Bill, which strictly states that 30 percent of the city must consist of green open space. This bill then was translated into a project called the Green City Expansion Project (P2KH).
P2KH is a collaborative project between the central government, the city government, local residents, and the business community. The program is a continuation of the Ten Bali Initiatives from the Sustainable Urban Development Forum. Cities that are committed to achieving the green city status within the framework of the program are required to draw up a Green City Action Plan, which Jakarta started in 2012. As a part of the arrangement, the central government provides the cities with technical supervision, training, and program support. The project execution – physical implementation, dissemination, communal feedback, and program replication – is the responsibility of the city government, along with the residents and the business community, especially regarding implementation and advocacy.
The work plan consists of two strategies being implemented by the government of Jakarta: Jakarta’s physical transformation, and raising community awareness about the environment. In terms of physical and communal behavior transformation, five fundamental strategies have been prepared:
- Increasing the capacity of environmental and economic policymakers. This strategy has been conducted in cooperation with the UNDP and the World Bank in terms of providing workshops and trainings about climate change issues.
- Implementing preventive programs, including ways to raise public awareness about the effects of climate change. Events like car-free days have been started and now happen weekly. Biking to work initiatives are promoted to reduce congestion and pollution. In coming years, 30 percent of Jakarta’s workers are expected to commute by bike
- Encouraging the local community to be more active in climate change awareness events. To accomplish this, the government is encouraging policymakers at the Jakarta Urban Planning Agency to collaborate with the community to create a more environmentally-friendly society, for example through the creation of parks.
- Increasing the number of public green spaces. In adherence to the green open space plan, there has been an expansion of green areas since 2011, which has now reached six percent of the city (the target being 30 percent).
- Increasing the number of environmentally friendly vehicles. The government will continue increasing the amount of environmentally-friendly public transport options. Examples include the MRT project and the TransJakarta bus model, which runs eco-friendly fuels.
2014 will therefore witness the expansion of projects that will lead Jakarta towards its goal of being a green city, including through the expansion of green areas, innovations in eco-friendly transportation, and an increasingly aware community to participate in promoting a green society.
Photo: Yudho