URBim | for just and inclusive cities

Perencanaan pembangunan yang ideal adalah perencanaan yang melibatkan masyarakat dalam prosesnya atau kerap kita kenal dengan sebutan perencanaan partisipatif. Bangsa Indonesia telah menggunakan prinsip tersebut dan melegalkan system perencanaan partisipatif dalam sebuah undang-undang yaitu Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang menyebutkan bahwa setiap proses perencanaan pembangunan dari tingkat desa/kelurahan hingga nasional harus melibatkan partisipasi sebanyak-banyaknya dari masyarakat dalam sebuah forum pertemuan yang disebut Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang). Musrenbang merupakan ajang menjaring aspirasi masyarakat melalui pendekatan ‘bottom-up’. Meski demikian, hingga kini keluhan masyarakat tentang belum tertampungnya aspirasi mereka masih terdengar dimana-mana. Baca lebih lanjut atau bergabung dalam diskusi.

Submitted by widya anggraini — Mon, 05/06/2013 – 00:00

Jakarta, seperti kota-kota besar lainnya di Indonesia, dalam perkembangannya mengalami masalah dengan kondisi dualistik. Selain berdiri bangunan-bangunan megah dan moderen, juga berkembang pesat kegiatan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang beragam jenisnya. Jakarta, dengan tingginya konsumsi masyarakat urban, menjadi magnet bagi PKL untuk mengadu nasib. Baca lebih lanjut atau bergabung dalam diskusi.

Submitted by Yuyun Harmono — Mon, 04/29/2013 – 00:00

Menjamurnya permukiman kumuh merupakan salah satu permasalahan serius yang masih melanda ibu kota Jakarta. Tahun 2011 lalu, setidaknya tercatat 416 RW kumuh yang menjadi tempat tinggal lebih dari 3 juta penduduk ibu kota. Mereka yang hidup di kawasan kumuh menghadapi masalah-masalah pembangunan fisik seperti ketidaklayakan sanitasi, infrastruktur jalan, rumah, dan sarana sosial. Kondisi yang serba minim membuat mereka kesulitan untuk meningkatkan kualitas hidupnya kecuali menunggu bantuan pemerintah. Read more.

Submitted by Rendy A. Diningrat — Wed, 04/24/2013 – 09:20

Jakarta, sebagai ibukota dan pusat perekonomian di Indonesia, menjadi magnet yang sangat kuat bagi datangnya penduduk dari luar provinsi untuk berpindah ke Jakarta demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Jumlah pendatang setiap tahunnya mencapai 47ribu orang dan biasanya arus urbanisasi tersebut terjadi setelah hari raya idul fitri. Jumlah pendatang yang tinggi ini tentunya menambah permasalahan perkotaan di Jakarta, antara lain tingginya kepadatan penduduk, munculnya pemukiman liar dan masalah kemacetan. Untuk mengurai masalah-masalah tersebut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan mulai membangun rumah susun sewa (rusunawa) murah untuk kelas menengah ke bawah.

Submitted by Nanda Ratna — Mon, 04/22/2013 – 00:00

The idea of citizenship is distant for most Indonesians, and even more so for the poor. The ordeal of more than 27 thousand people being denied their Jakarta ID cards for many years epitomizes the way in which the state deals with the issue of citizenship. The following is the story of the people in Tanah Merah, but represents most Indonesians’ struggle with citizenship. Read more.

Submitted by Riwanto Tirtosudarmo — Thu, 04/18/2013 – 11:02

Tanah Merah adalah sebuah bentuk pertumbuhan komunitas miskin yang tipikal di Jakarta pada masa Orde Baru dimana manajemen penataan ruang kota umumnya buruk dan tidak berfungsi. Pemukiman liar yang pada awalnya hanya dianggap sebagai bersifat sementara ternyata berkembang menjadi pemukiman permanen karena penduduknya mulai membangun rumah-rumah mereka dengan material yang tahan lama. Pemerintah kota jelas ikut bertangung jawab karena mereka juga yang diam-diam memberikan ijin tidak tertulis, dengan bayaran yang tidak resmi, dan membiarkan warga memperoleh berbagai pelayanan public seperti listrik dan lain-lain. Setelah lebih dari dua dekade Tanah Merah tumbuh dan berkembang menjadi sebuah komunitas yang mapan meskipun sebagian besar warganya tetap ditolak haknya untuk mendapatkan KTP Jakarta. Read more.

Submitted by Riwanto Tirtosudarmo — Thu, 04/18/2013 – 10:22

Tigor adalah satu dari ribuan Manusia Gerobak di Jakarta, jumlah ini berlipat jelang bulan puasa. Kadang mereka membawa istri dan anak-anak. Sebagian menetap, sebagian hanya tinggal sementara. Mantan supir angkot trayek Stasiun Belawan-Sambo itu, kini hidup di Jakarta sejak lima tahun lalu. Kecelakaan yang menimpanya, menyebabkan Ia tak lagi bisa mengendarai angkot. Ia memutuskan merantau ke Jakarta, menjadi Manusia Gerobak.

Submitted by Yuyun Harmono — Mon, 04/15/2013 – 00:00

Perilaku hidup sehat dan bersih di kota besar seperti Jakarta memang belum sepenuhnya menjadi kebiasaan. Orang masih suka membuang sampah disembarang tempati, mencuci di sungai, makan makanan tidak sehat, buang air besar di sungai dan perilaku tidak sehat lainnya yang cenderung mengundang penyakit dan mengotori lingkungan. Contohnya adalah kebersihan sanitasi yang kurang terutama di daerah-daerah miskin. Jumlah penduduk yang terus bertambah tidak diiringi dengan tersedianya sanitasi yang memadai mengakibatkan munculnya beragam penyakit seperti diare, disentri, hepatitis A dan lain sebagainya. Untuk itu perilaku hidup sehat dan bersih harus secara terus menerus disosialisasikan kepada masyarakat.

Submitted by widya anggraini — Mon, 04/08/2013 – 00:00

Gubernur terpilih, Joko Widodo punya banyak pekerjaan rumah. Selain soal macet dan transportasi publik yang layak, persoalan air bersih di Jakarta merupakan salah satu persoalan yang mendesak untuk diselesaikan. Persentase rumah tangga yang mengakses air minum layak terutama di perkotaan mengalami tren yang terus menurun. Menurut data Biro Pusat Statistik 2011 pada tahun 1993 sekitar 50 persen penduduk di perkotaan memiliki akses terhadap air minum layak, pada triwulan 2011 persentasenya menjadi 40 persen. Hal ini tentu menjadi perhatian kita bersama apalagi di kota besar seperti Jakarta.

Submitted by Yuyun Harmono — Mon, 03/25/2013 – 00:00

Sejak terpilihnya Jokowi sebagai gubernur, Jakarta terus mengalami pembenahan. Jika dalam masalah pendidikan dan kesehatan, pemerintah provinsi melancarkan gebrakannya melalui kartu Jakarta Sehat dan Jakarta Cerdas – kini kota yang menjadi pusat pemerintahan nasional tersebut juga memperbaiki kotanya melalui tata kelola pemerintahan. Reformasi birokrasi, begitu kiranya istilah yang dapat digunakan untuk mencapai Good Governance. Baca lebih lanjut.

Submitted by Rendy A. Diningrat — Wed, 03/20/2013 – 23:00