URBim | for just and inclusive cities

Widya Anggraini, Jakarta Community Manager

Komisi Nasional Perlindungan Anak melaporkan sedikitnya ada 2.637 kasus kekerasan terhadap anak sepanjang tahun 2012 dan 62 persen diantaranya merupakan kekerasan seksual terhadap anak dimana mayoritas korban berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Tren kasus kekerasan terhadap anak meningkat tiap tahunnya. Tingginya angka kekerasan ini menunjukkan betapa buruknya perlindungan anak dan minimnya kebijakan yang berpihak terhadap anak. Secara nasional, negara merespon dengan mengeluarkan undang-undang perlindungan anak yang menyatakan dengan jelas bahwa negara menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang secara optimal serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Munculnya Undang-undang ini diikuti oleh keluarnya peraturan standar minimum pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan.

Yang menarik dari standar minimum pelayanan ini adalah kewajiban bagi tiap daerah untuk menyediakan Pusat Pelayanan Terpadu (one stop service) atau PPT untuk korban kekerasan. PPT ini sendiri akan melibatkan rumah sakit, puskesmas, unit pelayanan perempuan dan anak yang berbasis di kantor polisi, lembaga bantuan hukum, trauma center, rumah perlindungan anak (shelter) dan jejaring lain yang dapat membantu proses penyembuhan korban.

Untuk wilayah DKI Jakarta sendiri telah membentuk Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Institusi ini memiliki beragam program dan layanan termasuk Hotline service 24 jam bagi para korban, pendampingan litigasi dan non litigasi, penanganna tahap awal bagi korban, penanganan tahap lanjutan serta pendidikan bagi relawan P2TP2A tentang penanganan korban kekerasan terhadap anak dan perempuan.

Ilustrasinya adalah seperti berikut : korban bisa melapor melalui layanan hotline 24 jam atau datang langsung ke kantor P2TP2A, setelah melalui proses registrasi maka seseorang di P2TP2A akan mencatat laporan dan memberikan masukan sebagai bagian dari rencana intervensi. Bentuk intervensi bermacam-macam tergantung keinginan dan kebutuhan korban serta masukan dari ahli. Beberapa jenis pelayanan yang tersedia adalah (1) pendampingan dan bantuan hukum dengan mitra Unit Perlindungan Perempuan dan Anak di Polda Metro Jaya dan Polres wilayah; (2) pelayanan kesehatan dengan mitra dinas kesehatan melalui rumah sakit dan puskesmas kecamatan; (3) Pelayanan Psikososial diberikan oleh psikolog klinis dari P2TP2A; (4) Pelayanan rumah aman dengan mitra dari DInas Sosial dan Departemen sosial; (5) Pemulangan dan Reintegrasi dengan mitra pemerintah daerah asal korban yang masuk dalam daftar Mitra Praja Utama di 10 provinsi.

Menurut data P2TP2A DKI Jakarta sejak tahun 2007-2012 telah masuk total 7.726 kasus kekerasan yang dikerjakan bersama mitra. Dari total jumlah pelapor, 26 persen merupakan kasus kekerasan terhadap anak. Semua kasus tersebut diterima dan telah ditangani oleh P2TPA bersama mitra. Mengingat kasus kekerasan terhadap anak di jakarta tahun 2012 meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun 2010 dengan modus operandi yang kian beragam maka masyarakat diimbau agar tidak segan melapor jika terjadi kekerasan anak sebab kini pelaku kekerasan, terutama kekerasan seksual, kerap adalah keluarga dekat seperti ayah kandung, ayah tiri, paman bahkan guru. Selain itu, P2TP2A juga memiliki relawan di tiap desa dan kecamatan untuk memantau dan melaporkan jika terjadi kekerasan di wilayahnya.

Foto: Wonosobo

Widya Anggraini, Jakarta Community Manager

The National Commission for Child Protection reported at least 2,637 cases of violence against children in 2012 with 62 percent comprising of sexual abuse cases, in which the majority of the victims are from the middle and lower classes. Cases of child violence have seen an upward trend and are increasing each year. This high rate of violence points to the appalling state of child protection and to the lack of policies directed towards it. On a national level, the state has responded by issuing a child protection act which makes clear their guarantee to protect children and their rights in order for them to live, grow, achieve optimal development, and receive protection from violence and discrimination. The emergence of this act was followed by the issuance of minimum integrated service standard policies for women and child victims of violence.

What is interesting about this minimum service standard is the obligation of each region to provide One Stop Service Centers (Pusat Pelayanan Terpadu, or PPT) for victims of violence. The PPT involves hospitals, health centers, women and child service units based in police stations, legal aid, trauma centers, child shelters, and other networks which assist with the victims’ healing process.

In Jakarta, a One Stop Service Center for Women and Children (P2TP2A) has been established. This institution has a variety of programs and services, including a 24-hour service hotline for victims, litigation and non-litigation assistance, and handling of the early stages as well as the advanced stages of educating P2TP2A volunteers on women and child victims of violence.

The program works as follows: the victim may make a report via the 24-hour service hotline or go directly to the P2TP2A office after undergoing a registration process, where an associate makes a record of the report and provides input as part of the intervention plan. The form of intervention varies depending on the wants and needs of the victims as well as input from the experts. Some of the types of services available are (1) mentoring and legal assistance in collaboration with the Women and Children Protection Unit in the Jakarta Police institution; (2) health services through the program’s partnerships with hospitals and district health centers, (3) psychological services provided by a clinical psychologist from P2TP2A; (4) home safety services through their partners in Social Services and the Social Department; (5) Return and Reintegration of victims through local government partners.

According to data collected by P2TP2A and their partners, Jakarta recorded a total of 7,726 cases of violence in 2007-2012. Of the total number reported, 26 percent were cases of violence against children. All cases were received and handled by P2TP2A and their partners. Bearing in mind that in 2012, cases of violence against children in Jakarta had doubled since 2010, with an increasingly diverse modus operandi, it is recommended that the community not hesitate to report any instances of child abuse as offenders, especially sexual violence offenders, are often close relatives such as fathers, stepfathers, uncles and even teachers. To help with on-the-ground monitoring, the P2TP2A has volunteers in each village and district to monitor and report any cases of violence.

Photo: Wonosobo